Buruh vs Outsourcing

foto: tempo

Aksi demo buruh yang dilakukan serempak di delapan puluh area industri beberapa kota, Rabu (3/10) lalu, menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini. Apa pasal? Apalagi kalo bukan menanggapi tuntutan mereka yang menginginkan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing di perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja. Walaupun mungkin tidak semua outsourcing memperlakukan karyawannya sedemikian buruk (baca: mengesampingkan kesejahteraan karyawan), saya pribadi, sebagai mantan pekerja under outsourcing, mendukung aksi tersebut. Jika pun memang keberadaan outsourcing ini tidak memungkinkan untuk "dibumihanguskan" dari dunia ketenagakerjaan karena satu dan lain hal, pemerintah sepatutnya melakukan evaluasi terhadap outsourcing yang kini kian menjamur di mana-mana, terutama dalam hal kesejahteraan karyawan yang dinaunginya, dan keberlangsungan karier mereka.

As we all know, yang kerap dirasa memberatkan bagi pekerja dengan sistem kerja outsourcing ini tidak jauh dari kesejahteraan, jenjang karier, dan tunjangan hari tua mereka. Tidak seperti pegawai tetap langsung perusahaan yang pada umumnya lebih memiliki kesesuaian dalam hal gaji dan tunjangan, jenjang karier yang menjanjikan, dan pesangon ketika masa kerja di perusahaan habis, kebanyakan pekerja outsourcing mungkin tidak bisa ikut menikmati hal-hal tersebut. Belum lagi hak-hak lain seperti cuti baik itu cuti tahunan, cuti haid, apalagi cuti melahirkan.

Miris ya. Apalagi jika dalam satu perusahaan, dengan bidang yang sama, terdapat dua sistem kerja yakni outsourcing dan tenaga kerja langsung perusahaan. Dengan beban kerja yang sama, pegawai tetap dan outsourcing tentunya bisa mengalami ketimpangan dalam banyak hal seperti gaji, tunjangan, jenjang karier, dan lain-lain, yang tentunya sedikit banyak akan berpengaruh pada kondusifnya lingkungan kerja. 


foto: republika

Setidaknya hal itu pun saya alami semasa bekerja sebagai customer service online (call center) di salah satu perusahaan operator telefon seluler (sebut saja T :D) sekitar tujuh tahun lalu. Beruntung, outsourcing pertama (sebut saja P) yang menaungi saya di perusahaan telefon seluler tersebut terbilang profesional, ga separah outsourcing yang banyak tersebar sekarang. Ya, memang ada ketimpangan. Tapi meskipun gaji, tunjangan, bonus, kesehatan, dan fasilitas lain yang kami dapatkan dari outsourcing P tak sebesar pegawai tetap perusahaan T untuk bidang kerja yang sama (customer service), nilainya terbilang masih melebihi standar hidup kala itu. Untuk jenjang karier sendiri, kami yang bekerja di bawah outsourcing P juga masih diberi kesempatan untuk menjadi pegawai tetap perusahaan T, dengan syarat telah menghabiskan kontrak minimal dua tahun, dan lolos seleksi administrasi dan uji kompetensi. Setiap lowongan sebagai pekerja tetap di perusahaan T diinfokan kepada kami. Meskipun misalnya hanya ada lowongan untuk sepuluh orang dari total ratusan pekerja outsourcing P di perusahaan itu, setidaknya peluang tetap terbuka bagi mereka yang memenuhi syarat-syarat tadi. It's fair enough for me. 

Meski semula hanya ingin menjadikan pekerjaan di bawah outsourcing P ini sebagai batu loncatan dan kesempatan untuk menimba pengalaman bekerja, akhirnya sampailah saya pada waktu dua tahun bersama outsourcing tersebut (mungkin karena sudah sangat betah dan masih butuh ya :P). Sayang, kala itu perusahaan T justru tidak memperpanjang kontraknya dengan outsourcing P, tetapi berganti kerja sama dengan outsourcing lainnya (sebut saja K) yang terbilang masih baru di dunia pengalihdayaan. Kami semua juga ditawari perpanjangan kontrak langsung dengan outsourcing baru. Nah, di sinilah "keanehan" mulai terjadi. Alih-alih mendapat peningkatan kesejahteraan pada penawaran kontrak tahun ketiga, beberapa klausul yang ditawarkan outsourcing K ini justru merugikan para pekerja. Meski menawarkan basic salary yang sama (padahal harusnya naek ya :P) dengan outsourcing sebelumnya, ada penurunan nominal tunjangan dan fasilitas seperti lembur, tunjangan komunikasi (baca: pulsa), pengurangan armada jemputan bagi yang bekerja hingga larut malam, bahkan memengaruhi juga menu sarapan pagi (this is crazy!). Di sinilah terjadi kontroversi di sana-sini. Bahkan seingat saya, sebagian besar karyawan yang sudah memasuki kontrak tahun ketiga memilih untuk tidak (dulu) bekerja dan tidak menandatangani kontrak baru hingga ada titik temu. Dan di hari itu, pada jam penandatanganan kontrak, layanan pelanggan pun nyaris lumpuh. 


Seperti inilah hecticnya pergantian sif di sana setiap harinya.. :) Bayangkan jika sekian banyak pekerja memutuskan untuk tidak menandatangani kontrak karena ketidaksesuaian klausul, sementara outsourcing tak mungkin mencari pengganti sekian banyak pekerja apalagi yang berbekal pengalaman dalam menangani pelanggan. Lalu..apa kabar pelayanan?  

Setelah perdebatan alot antara perwakilan pekerja dan outsourcing K (pihak perusahaan T tidak ikut campur karena mereka memang tak berkaitan secara langsung dalam pembuatan klausul ini), akhirnya dicapai kesepakatan bahwa nilai tunjangan dan fasilitas yang baru itu tetap diberlakukan, dengan syarat pemberlakuan uang penalti seperti yang sebelumnya tercantum dalam klausul kontrak baru dengan outsourcing K dihapuskan. Setidaknya, dengan kesepakatan itu, banyak dari pekerja bisa tetap menandatangani kontrak baru dan kembali bekerja seperti biasa, tanpa dibebani penalti jika ketika masa kontrak masih berlangsung, kami memutuskan untuk resign. Win win solution ceritanya. 

Dan sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, karena adanya penurunan tunjangan sana-sini yang sedikit banyak memengaruhi kesejahteraan pekerja, dan tentunya juga waswasnya hati karena segala ketidakpastian (baca: jenjang karier) sejak itu satu per satu dari kami (termasuk saya) akhirnya memutuskan untuk resign. Ada yang diangkat tetap di perusahaan T setelah lolos berbagai tahapan seleksi, ada yang bekerja di anak perusahaan T dengan bidang yang berbeda bahkan berpindah ke luar area, ada yang jadi PNS, ada yang akhirnya mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain dengan status tetap, bahkan ada juga yang kembali melabuhkan diri di outsourcing P dengan rekanan perusahaan berbeda. Sebagian lagi, ada yang tetap bertahan dengan outsourcing K dengan segala kelebihan dan kekurangan yang sebelumnya saya sebutkan (pada akhirnya, kembali kepada pilihan dan jalan hidup masing-masing ya).     

Nah, itu mungkin sedikit gambaran gimana outsourcing "bekerja" dalam memberdayakan sumber daya manusia, dan gimana perbedaan standar "pemberian kesejahteraan" antara satu outsourcing dengan yang lainnya. Meski mungkin tidak semua outsourcing tak memperhatikan kesejahteraan karyawan, tidak semua outsourcing memperlakukan karyawannya sebagai "sapi perah", tidak semua outsourcing membayar karyawannya dengan gaji rendah (karena konon ada juga loh karyawan outsourcing di Bandung yang salary nya 8 digit!!! *glek*), semakin ke sini semakin banyak outsourcing "asal-asalan" yang benar-benar "memeras" keringat para pekerja tanpa memperhatikan kesejahteraannya. Kasarnya, memanfaatkan "keputusasaan" para job seekers, dengan menyalurkan mereka bekerja ke perusahaan-perusahaan yang sudah menjadi rekanannya, melalui kesepakatan tertentu yang tertulis dalam kontrak, yang terkadang bersifat tidak dapat diganggu gugat dan sering kali merugikan para pekerja. 


foto: workers

Hal inilah yang harus menjadi perhatian semua pihak, yakni pekerja, pencari kerja, outsourcing, dan perusahaan pengguna. Ingat, pekerja memiliki hak-hak yang harus diperhatikan, yang tentunya juga dapat mencapai titik kesejahteraan. Jika penghasilan dari perusahaannya langsung saja banyak yang tidak sesuai dengan biaya hidup saat ini, bagaimana jadinya jika dengan kondisi tersebut masih disalurkan melalui outsourcing juga, yang konon bisa "memakan" hingga 30 dari gaji yang dibayarkan perusahaan rekanannya?? Apa kabar juga kesejahteraan pekerja??

Di tengah perkembangan dunia industri di Indonesia, tentunya keberadaan buruh, karyawan, pekerja, atau apa pun sebutannya bisa lebih dihargai. Betapa pun, keberadaannya dapat menjadi penggerak serta pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Perlu diingat pula bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia semakin lama semakin bertambah. Dengan diperhatikannya kesejahteraan karyawan dalam pemenuhan kebutuhan mereka, tentunya akan berpengaruh pula terhadap loyalitas, semangat, dan produktivitas kerja para buruh. Nah, peningkatan produktivitas ini pun menjadi dambaan setiap perusahaan bukan??
  
Bagi Anda yang saat ini bekerja di perusahaan outsourcing, tentunya jangan berkecil hati. Ingat, bagaimanapun Anda tetap manusia "berdaya jual". Masa depan tetap ada di tangan Anda, beserta usaha Anda dan jalan dari-Nya. Jika saat ini Anda berstatus pekerja kontrak, tunjukkan kualitas dan performance kerja terbaik Anda. Manfaatkan waktu dalam masa kontrak tersebut sebaik-baiknya untuk menimba ilmu, menambah pengalaman, sebagai tambahan "amunisi" untuk kemudian mencari peluang yang lebih baik dan sesuai dengan keahlian kita, agar dapat mengubah hidup menjadi lebih baik pula nantinya. 

Bagi Anda yang mungkin berminat bekerja melalui outsourcing, atau saat ini dihadapkan pada kontrak kerja dengan pihak outsourcing, agar tak merasa terjebak atau menyesal di kemudian hari, ada baiknya terlebih dahulu memperhatikan beberapa poin sebagai berikut: 
  • Jangka Waktu Perjanjian
Pastikan jangka waktu perjanjian sesuai dengan masa kerja yang ditawarkan. Pada umumnya, perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dan perusahaan penyedia jasa mengikuti jangka waktu perjanjian kerja sama di antara keduanya. Hal ini agar jika perusahaan pemberi kerja hendak mengakhiri kerja samanya dengan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan pemberi kerjanya.
  • Jam Kerja
Pastikan jam masuk kerja, jam keluar, dan jam istirahat tidak menyalahi aturan ketenagakerjaan. Apabila diberlakukan sistem lembur, pastikan pula kelebihan jam kerja tersebut dihargai, tidak semata-mata melebihi jam kerja tanpa ada timbal balik apa-apa bagi Anda sebagai pegawai. Hal ini juga tentu meliputi hak Anda dalam mengambil masa cuti seperti cuti tahunan, cuti haid, dan cuti hamil/melahirkan. Pastikan poin-poin itu pun tertera, dan jangan segan bertanya jika ada poin-poin yang tidak Anda pahami. 
  • Gaji dan Tunjangan
Poin ini tentunya menjadi yang paling "menarik perhatian" Anda, bukan? ;) Nah, jika memang nominalnya sesuai dengan keinginan Anda, jangan lupa memastikan tunjangan lainnya di luar nominal gaji bulanan yang Anda terima, misalnya tunjangan makan, tunjangan transport, tunjangan lembur, tunjangan cuti, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, dll. Setelah itu, pastikan Anda menerima hak-hak Anda tersebut di kemudian hari, sesuai dengan yang telah dijanjikan. Jika ada ketidaksesuaan, jangan segan untuk bertanya atau mengajukan keberatan.  
  • Posisi dan Tugas
Hal ini untuk memastikan bahwa beban kerja yang Anda terima sesuai dengan job desk Anda. Pastikan semuanya tertulis dalam klausul dan Anda pahami dengan benar. Jangan sampai, ke depannya Anda dibebani pekerjaan lain yang justru tidak sesuai dengan job desk Anda sesungguhnya, yang kemudian akan malah memengaruhi kinerja.
  • Pemberlakuan Penalti
Karena pada umumnya pihak outsourcing akan "mengikat" Anda dengan berbagai cara agar Anda tidak meninggalkan mereka "seenaknya", pada umumnya poin ini akan ada. Pastikan Anda memperhatikannya dengan seksama. Sebetulnya, selama nominal ataupun aturannya masih dalam batas wajar, mungkin masih bisa kita pahami. Namun, jika aturan apalagi penentuan nominalnya tak masuk di akal, jangan segan untuk mempertanyakan atau mengajukan keberatan. Seperti halnya yang terjadi pada saya dan teman-teman ketika berhadapan dengan outsourcing K, poin penalti yang sebelumnya sudah dicantumkan dalam klausul pun masih dapat diubah, jika kita memiliki argumen yang jelas untuk memperjuangkan pengurangan nominal atau bahkan penghapusan sama sekali dari klausul yang sudah ada. 

foto: contractcalculator

Jika Anda sebagai pihak perusahaan yang berniat menggunakan jasa outsourcing, hendaknya mempertimbangkan kembali keuntungan maupun kerugian menggunakan jasa mereka. Pastikan bahwa keterlibatan outsourcing dalam bisnis Anda tidak akan membawa dampak buruk di kemudian hari. Apalagi jika selain menangani perekrutan sumber daya manusia, outsourcing tersebut juga melaksanakan fungsi operasional perusahaan. Hal itu tentu berarti bahwa kontrol manajerial perusahaan pun Anda serahkan kepada mereka. Ingat, outsourcing belum tentu memiliki misi dan standar yang sama dengan Anda sebagai pihak perusahaan. Mereka pun pada umumnya termotivasi pada laba, sehingga "rela" menurunkan biaya operasional demi meningkatkan keuntungan bagi mereka. Hal-hal inilah yang harus "diseragamkan" jika memang Anda tidak ingin keterlibatan mereka justru membawa kerugian bagi perusahaan Anda. Well intinya..pikirkanlah matang-mata sebelum Anda mengambil keputusan untuk memakai atau tidak memakai jasa mereka.

Jika saya tidak salah menangkap, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 64-66 disebutkan bahwa outsourcing ini hanya diperkenankan pada kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Jasa penunjang itu pun hanya menyangkut petugas kebersihan, keamanan, transportasi, katering, serta pekerja penunjang yang tak ada kaitan langsung dengan proses produksi. Tapi lihatlah yang terjadi sekarang? Outsourcing sudah merambah hampir semua lini. Teller bank saja, yang sudah termasuk sebagai tenaga inti yang tentunya terlibat langsung dalam proses produksi, saat ini malah sudah di-outsourcing-kan. Sudah melenceng, bukan?  Nah, hal-hal seperti inilah yang menurut saya harus dibenahi kembali oleh pemerintah. 

Lalu, akankah demo besar-besaran yang digelar Rabu lalu itu membawa perubahan bagi nasib para pekerja/buruh? Semoga saja. Terlepas dari dihentikan atau tidak outsourcing pada akhirnya, semoga apa yang telah diperjuangkan tidak sia-sia, setidaknya kesejahteraan para buruh dapat menjadi perhatian utama bagi para pemangku kepentingan di atas sana. Saya pribadi percaya bahwa kesejahteraan buruh dapat berbanding lurus dengan produktivitas kerja mereka. Maka, jika pengusaha ingin para pekerjanya produktif untuk juga semakin memajukan usaha-usahanya, dan jika pemerintah menginginkan kemajuan usaha-usaha ini turut memajukan kemajuan ekonomi..sejahterakanlah para buruhnya, perlakukanlah mereka seadil-adilnya. Merdekaaa!!! \(^_^)/


peace & love

@cy 

Komentar

Anonim mengatakan…
waw nampak familiar ya itu perusahaan baik, yaang meng dan dioutsourcekan :p, outsourching adalah bentuk tidak komitmenya perusahaan terhadap karyawan, been ther done that dan ga mau lagi lagi :p, artikel menarik, pengen dishare di fb, biar orang lain pada baca dan terbelalakan matanya tentang sistem kerja yang satu ini :D
Astri Kurnia mengatakan…
Monggo di-share Masbro.. :) Toh, namanya sudah disamarkan..hahah.. :D