The Raid : Bloody Bullets Bloody Fights

Oke..kali ini saya lagi semangat banget mereview.. :) Apalagi film "The Raid: Redemption" ini baru banget kemaren saya tonton. Masih saya inget juga di kepala betapa awesome filmnya dan betapa bangga saya menontonnya.
 Di bulan Maret ini memang gak ada satu pun film Hollywood yang saya incer. Ada pun film "The Hunger Games" dan "The Innkeepers", hasrat ingin menontonnya masih bisa menunggu sampai DVD-nya keluar. Yang saya beri label wajib tonton justru adalah tiga film Indonesia ("Dilema", "The Raid: Redemption", dan "Modus Anomali") dan satu film Thailand ("ATM"). Konsekuensinya, untuk bisa nonton itu semua, saya harus rajin nulis artikel dan mengalokasikan honornya biar budget nonton dan jajannya ga mengganggu anggaran rumah tangga..*halah*.. :D 



Banyaknya pujian dan penghargaan dari berbagai ajang perfilman internasional yang diberikan kepada "The Raid: Redemption" jauh sebelum film ini dirilis di Indonesia, udah bener-bener bikin saya penasaran dan gak sabar nunggunya. Selain meraih penghargaan Cadillacs People's Choice Award di Toronto International Film Festival 2011 dan The Best Film & Audience Award di Jameson Dublin International Film Festival 2011, film ini juga diputar di Festival Film Sundance 2012 dan menjadi salah satu film yang disukai oleh jajaran panitia. Bahkan, setelah diputar di SXSW yang merupakan Film Festival di Austin Texas, "The Raid: Redemption" masuk dalam daftar 50 Film Action Terbaik Sepanjang Masa versi Imdb.com. Enggak cuma itu, hak distribusi film ini kemudian dibeli oleh Sony Pictures WorldWide Acquisition dari Sony Pictures Entertainment, hingga akhirnya mengantarkan nama Mike Shinoda dari Linkin Park sebagai penggarap music scorenya. Oh..come on..what more can we expect?? This movie definitely has the "it" factor!! Faktor yang bikin para calon penontonnya melingkari kalender di tanggal pemutaran premier film ini sejak jauh-jauh hari, dan memastikan diri mereka menjadi penonton yang pertama, saking penasaran melihat sehebat apa filmnya. Ya..saya termasuk di antaranya.. :)
 
Film diawali dengan adegan saat Rama (Iko Uwais) melakukan salat subuh sebelum berangkat bertugas bersama pasukan SWAT yang dinaunginya. Dari adegan awal itu kita bisa mengetahui sedikit latar belakang Rama yang diceritakan telah beristri dan tengah berbadan dua, yang diantar sang Ayah sebelum melaksanakan tugasnya. Inilah awal adegan keseharian di film ini yang hanya berlangsung beberapa menit saja, yang akan mengantarkan kita pada banyak suguhan aksi spektakuler.



Rama bergabung bersama 18 orang pasukan SWAT dalam satu kendaraan perintis yang dipimpin oleh Sersan Jaka (Joe Taslim). Baru saat berada dalam kendaraan tersebut pasukan ini diberi tahu bahwa mereka ditugaskan untuk menyerang satu gedung berlantai 30 yang disinyalir sebagai sarang para pelaku kriminal dan gangster. Gedung ini sebelumnya tak pernah tersentuh polisi karena banyaknya "backup" dari kalangan penguasa dan penegak hukum yang korup (sounds familiar, huh? :p). Setibanya di lokasi bergabunglah Letnan Wahyu (pierre Gruno) yang diceritakan mengenal kondisi lokasi tersebut. Dari sinilah aksi penyergapan bermula. Kemudian, suguhan aksi demi aksi brutal pun semakin menggila saat mereka berhasil menyusup ke dalam gedung yang sebagian besar penghuninya merupakan para gangster bersenjata tersebut.




Meski saya bukan seorang action movie freak (yes, I'm a drama/romantic comedy queen :p), adegan aksi yang diperagakan para aktor di film ini sangat luar biasa menurut saya. Mulai dari adegan perkelahian dengan tangan kosong, menggunakan belati, hingga senjata api digambarkan dengan sangat apik dan nyata dalam film ini. Entah berapa kali saya dibuat meringis dan menutup mata melihat adegan saling hantam, saling menjatuhkan dengan pukulan, saling hunus dengan belati ataupun sejata tajam lainnya, hingga saling bunuh dengan letusan senjata disertai darah di mana-mana. Semuanya tampak sangat nyata, tetapi tetap tidak berlebihan menurut saya.



Dengan sebagian besar adegan perkelahian yang dilakukan dalam jarak dekat tersebut, bisa dibayangkan seperti apa kengeriannya (khususnya bagi para kaum hawa seperti saya :p). Bisa dipastikan pula seapik dan secanggih apa teknik sinematografi yang harus digunakan sehingga seluruh adegan kekerasan itu bisa tampak sangat nyata untuk "dinikmati" para penontonnya. Saya bahkan berani bilang bahwa sinematografi "The Raid: Redemption" tak kalah apik dan canggih dengan film aksi laga Hollywood sana. Dan masih menurut saya, dengan latar belakangnya sebagai atlet silat, teknik Iko Uwais dalam aksinya masih lebih kaya daripada Steven Seagal dalam film-film laganya yang cukup sering diputar di televisi swasta kita.




Berbekal plot cerita yang sederhana, film ini pun cukup berhasil mengeksplor kemampuan akting dan adegan aksi dari para pemerannya yang memang piawai dalam teknik bela diri sehingga sama sekali tidak membosankan. Tanpa mengecilkan nama Iko Uwais, Joe Taslim, Yayan Ruhian, Doni Alamsyah, dan sederet aktor lainnya yang telah menyuguhkan akting dan aksi menawan di film ini, hadirnya Ray Sahetapy yang memerankan Tama sang gembong mafia seakan menjadi penyempurna semuanya. Menurut saya, Ray sangat sukses memerankan seorang pelaku kriminal yang sadis, nggak bermoral, dan super-psycho. Ditambah lagi dengan scene-scene mendebarkan yang cukup sering hadir. Satu scene yang paling saya ingat ialah saat pipi Rama teriris pelan-pelan akibat sayatan golok seorang anggota gangster yang menembus papan tempat Rama dan Bowo (Tegar Satrya), seorang anggota SWAT lainnya yang terluka, tengah bersembunyi di baliknya. It really thrills me..!!!



Meski kesan "maksa" sedikit terasa, setting gedung dan latar lantai demi lantai sarang penjahat ini pun sangat mendukung. Suasana kumuhnya, mencekamnya, benar-benar meyakinkan saya bahwa memang orang-orang jahatlah yang berada di dalamnya. Sayang, ada sedikit "kebocoran" ketika keramaian kota di sekitar gedung mencekam itu (entah secara sengaja atau tidak) ikut terbawa di dalam salah satu scenenya. But somehow, hal itu masih bisa saya abaikan tanpa mengurangi keasyikan saya menonton filmnya.


Secara keseluruhan, sebagai penonton yang telah lama menantikan film ini, saya merasa sangat puas. Sebagai warga Indonesia yang film asal negerinya ini dipuji dan dihargai bahkan akan dibuat sekuelnya oleh pelaku industri hiburan terbesar dunia yakni Hollywood, saya pun merasa bangga. Empat bintang dari saya untuk film arahan Gareth Evans ini.. :) Standing applause dari saya untuk seluruh casts and crew atas keberhasilan pengerjaan film yang sudah menjadi angin segar bagi para penggemar film, baik itu yang berasal dari Indonesia bahkan dunia. Enggak sabar rasanya nunggu "Berandal", sekuel "The Raid: Redemption" yang konon akan diluncurkan 2013 mendatang. Apalagi, Sony Pictures disebut-sebut menyiapkan budget tiga kali lipat lebih tinggi untuk penggarapan "Berandal" nanti. Again..i think it's really worth to wait for.. :)

Well..afterall..sebagai movie buffer, saya berharap "The Raid: Redemption" bisa menjadi pembuka jalan bagi kebangkitan perfilman aksi laga Indonesia hingga semakin mampu berbicara di level dunia. Setelah masa jaya Barry Prima dan Advent Bangun berlalu tanpa penerus, kini generasi baru film aksi Indonesia telah lahir dan menggebrak dunia. Maka kelaut sajalah itu film-film horor atau komedi esek-esek yang selama ini bergentayangan di bioskop kita. Semoga.


peace & love


@cy

Komentar