Review : Life of Pi




Judul  : Life of Pi
Genre  : Drama Petualangan
Durasi : 127 menit


Finally, pasutri movie freak ini mbioskop lagi. Setelah melewatkan beberapa film inceran yang akhirnya kami putuskan untuk ditonton via DVD saja.. *ngencengin iket pinggang* :p kami pun kembali mbioskop untuk "Life of Pi", sambil nyicipin XXI baru di Festival Citylink yang jaraknya bisa ditempuh hanya dengan ngesot dari kantor saya.. *lebay* :D
Ulasan filmnya yang dilihat Dodo di salah satu stasiun TV, menarik minatnya untuk mengakhiri puasa bioskop sesi kedua kami ini. "Film bagus nih Mbu, tonton di bioskop yuk?" katanya, yang jelas langsung saya sambut dengan sorak sorai bergembira *halah*.. :P Program pengiritan pengeluaran biaya senang-senang demi si mesin cuci pun kami dispensasi khusus untuk film arahan Ang Lee ini *yuuuk mareee*. Oohhh...it's been a while rasanyaa.. :D

Baiklaaah..cukup sudah pemanasannya. Langsung kita review saja filmnya yaah... :)

***


I guarantee, animal lover would definitely love this movie. Opening scene yang memperlihatkan tingkah laku lucu dan menggemaskan para hewan penghuni kebun binatang milik keluarga sang tokoh utama, sungguh sangat menghibur. Belum lagi pemandangan alam India sebagai latarnya yang juga menyegarkan mata. Bener-bener satu paket scene yang sangat menarik untuk menjadi pembuka. "Life of Pi" menceritakan tentang kehidupan seorang anak pemilik kebun binatang asal India, bernama Piscine Molitor Patel atau yang dipanggil dengan sebutan Pi. Pi adalah anak cerdas yang memiliki full curiosity and enthusiasm khususnya mengenai hal-hal spiritual. Di awal kisah, diceritakan betapa Pi tertarik mendalami beberapa agama seperti Hindu, Kristen, dan Islam, dan mendalami semuanya untuk akhirnya benar-benar menemukan keyakinannya. Tetapi bukan itu saja yang menjadi inti cerita. Kisah pendalaman spiritual tadi hanya untuk menggambarkan sosok Pi yang sangat berpikiran terbuka. Adalah perjalanan kehidupan Pi setelah beranjak remaja (diperankan oleh Suraj Sharma) yang menjadi isi dari cerita film ini. Kisah tersebut dituturkan kembali oleh Pi dewasa (diperankan oleh Irfan Khan) kepada seorang penulis yang akan menuangkan perjalanan hidupnya yang luar biasa ke dalam sebuah buku. Ya, ini memang film dengan alur mundur pemirsah.. *halah* :P 

Karena permasalahan politik dan ekonomi yang terjadi di India, ayahanda Pi yang mengelola sebuah kebun binatang terpaksa mengajak keluarga dan seluruh satwa peliharaannya keluar India untuk memulai hidup barunya dengan mengelola kebun binatang baru di Kanada. Dalam perjalanannya menggunakan kapal laut buatan Jepang yang bermuatan barang, Pi sekeluarga bersama berbagai jenis hewan penghuni kebun binatang milik keluarganya, berlayar menuju Kanada. Baru berjalan beberapa hari, kapal tersebut diterjang badai hingga akhirnya karam. Pi yang terbangun dari tidurnya ketika badai terjadi, berhasil selamat setelah terapung di atas sekoci bersama seekor kuda zebra, hyena, orangutan bernama Orange Juice, dan harimau bernama Richard Parker. Namun sayang, ayah, ibu, dan kakak satu-satunya ikut karam bersama kapal. 
Dari situlah, perjalanan Pi untuk bertahan hidup bersama empat satwa dalam satu sekoci di lautan luas pun dimulai. Pi yang sejak kecil "dididik" untuk takut pada Richard Parker oleh ayahnya, memilih untuk membuat rakit dari bahan seadanya, agar bisa berlayar terpisah dari binatang buas tersebut. Dengan menggunakan tambang, Pi tetap menghubungkan rakit daruratnya itu dengan sekoci berisi para satwa agar mereka bisa berlayar bersama dan Pi tak merasa sendiri. 





Hari demi hari pun terlewati. Pi dan keempat satwa yang selamat mencoba bertahan dari rasa lapar, haus, dan guncangan ombak yang tak jarang membuat mereka mabuk laut. Satu per satu satwa pun akhirnya tewas karena saling buru, dan tragisnya Pi harus menjadi saksi dari pemandangan memilukan itu. Hingga akhirnya tersisalah Richard Parker sang harimau dan Pi yang bertahan hidup. Beruntung, di dalam sekoci terdapat segala perlengkapan darurat untuk bertahan hidup di laut selama beberapa hari. Beberapa kaleng air minum dan biskuit menjadi ganjalan perut Pi. Buku panduan survival pun membawa harapan bagi Pi untuk tetap bertahan di laut lepas hingga akhirnya mendapat bantuan. Di rakit daruratnya Pi mencoba bertahan hidup. Ia menulis keseharian dan pengalamannya selama terapung di laut di dalam buku panduan tersebut. Segala cara dilakukannya untuk membunuh waktu.
Tak ingin selalu dihantui rasa takut akan menjadi buruan Richard berikutnya, Pi pun mencoba mendekatkan diri dan "berkomunikasi" dengan hewan buas tersebut. Pi mulai berani mendatangi Richard di sekocinya, dan memancing ikan untuk memberi hewan tersebut makanan untuk melatihnya agar jinak padanya. Seiring berjalannya waktu, naluri bertahan hidup keduanya kian menguat, hingga akhirnya keduanya bahkan saling berebut makanan. Pi tak lagi peduli ia akan jadi sasaran buruan Richard. Rasa lapar dan keinginan untuk tetap hidup seakan mengalahkan segala rasa takutnya. Banyak scene menarik dan mengharukan selama Pi dan Richard mengarungi laut berdua. Termasuk ketika mereka diterjang badai hingga sekoci yang ditumpangi keduanya digulung ombak besar. Pi tak pernah takut dengan badai dan hujan. Hal itu justru sangat disukainya sejak dulu karena  baginya hal itu menunjukkan keberadaan Tuhan. Lain halnya dengan Pi yang begitu gagah berani menghadapi terjangan badai, Richard amat kepayahan melewatinya. Tubuhnya yang kian kurus terombang-ambing ke sana kemari di dalam sekoci, hingga akhirnya terkulai lemas dan bersimpuh tak berdaya di hadapan Pi. Mereka nyaris sekarat. Dalam perut yang lapar dan terombang-ambing di lautan tanpa pertolongan selama lebih dari 200 hari, Pi dan Richard amat tak berdaya. Hingga akhirnya satu kalimat terucap dari mulut pemuda pemberani ini. "I surrender! What more do you want?" Pi pun menyerah pada Tuhan. 


Namun, pertolongan Tuhan justru datang di saat Pi pasrah pada keadaan. Pi akhirnya terdampar di pulau terapung berisi banyak sumber makanan untuknya dan untuk Richard. Di pulau tersebut terdapat hamparan rumput laut, gerombolan meerkat, dan ribuan ikan yang terdampar karena surutnya air laut. Ada pula kolam berisi air segar yang langsung digunakan Pi untuk minum dan berenang setibanya di sana. Pertolongan Tuhan itulah yang meyakinkan Pi untuk tidak berhenti berharap akan datangnya mukjizat. Keesokan harinya, Pi pun melanjutkan pelayarannya dengan Richard setelah mengumpulkan banyak bahan makanan dari pulau terapung tersebut sebagai perbekalan. Setelah kembali mengarungi laut, Pi dan Richard akhirnya selamat. Mereka terbawa ombak laut hingga tiba di suatu pulau berpenduduk. Ada hal mengharukan di bagian ini. Meski gak sampe menitikkan air mata (tumben? :P) saya merasakan betul tangisan pedih Pi, ketika Richard lebih memilih menjauh meninggalkannya setibanya di daratan, bahkan tanpa menoleh padanya sebelum berlalu menuju hutan. Sangat menyentuh. Yah, itulah naluri binatang. Kalo Dodo bilang, "Betapa pun jinaknya, in the end, animal only think how to survive and ignore what's left." Hmmmm...tiba-tiba terkenang kucing-kucing jantan saya yang "menghilang" dan tak pernah pulang. Hiks...


***

Pujian setinggi-tingginya layak diberikan kepada Ang Lee sang sutradara, Claudio Miranda sang sinematografer, David Maggee sang penulis naskah, beserta seluruh pemeran dan kru pendukungnya. Film ini benar-benar berhasil menyampaikan suatu perjalanan spiritual dan memvisualisasikannya dengan sangat indah. Novel gubahan Yan Martel dengan judul sama pun seakan berhasil diterjemahkan dengan sangat sempurna oleh Lee. Teknologi 3D dalam "Life of Pi" juga terbilang sukses menjembatani penonton dengan segala kekuatan emosional di dalam jalan ceritanya. Ya, efek 3D dalam film ini berhasil membuai saya hingga seakan ikut merasakan pengalaman emosional dan spiritual yang dirasakan oleh Pi sepanjang perjalanannya bertahan hidup bersama Richard. Sedikit mengingatkan saya dengan kisah survival seorang Chuck Nolan (Tom Hanks) dalam "Cast Away" memang. Tapi dengan visualisasi yang indah, dan ada karakter Richard Parker yang seorang harimau  buas di sana, semuanya terasa lebih menyentuh buat saya. 
Selain visualisasinya, ada hal menarik lainnya dari film ini. Kita sebagai penonton seakan diberi kebebasan untuk menentukan ending yang kita sukai. Bukan maksudnya endingnya ini dibikin menggantung lho, tapi ada dua versi ending yang bisa kita pilih. Hmmm...penasaran?? Silahkan tonton saja filmnya di bioskop kesayangan ya. Para movie freak, animal lover, dan penyuka cerita petualangan dijamin ga bakal nyesel deh nontonnya. Recommended indeed... :)
peace & love


@cy

Komentar

parmaali mengatakan…
Keren Ciw reviewnya, Ang Lee mmg dijamin bisa membuai penonton, efek 3D yg dipakai tepat guna, dramatis, mendalam, & seperlunya.

Walaupun pernah dianggap "gagal" oleh para fans komik ketika do'i menggarap film "Hulk" 2003--->http://sibeloy.blogspot.com/2011/06/film-hulk-2003.html (hehe numpang beken Ciw), namun tetap keren dan bisa memberikan nuansa baru pd karakter "hijau" ini.

Sebenarnya Marvel dah tepat menunjuk Ang Lee utk menggarap aset mereka yg telah menjadi ikon pop selama lebih dr 50 tahun, klo dibikin versi filmnya butuh insan film yg ok jg 'kan? Ang Lee mmg pilihan yg tepat.

Sayangnya walaupun do'i dah bikin film Hulk yang benar-benar bagus (IMHO) dibandingkan dg versi reboot-nya pd 2008 (Norton), tetapi film tsb ternyata gak sesuai dg ekspektasi penonton. Mereka ingin lebih banyak action dr pd pendalaman karakter (drama).

Tampaknya setelah baca review ini, film "Life of Pi" bisa jd pembuktian kembali bagi Ang Lee bahwa do'i mmg insan film yg mampu memberikan nuansa berbeda antara versi novel dg versi filmnya lewat visualisasi yg indah & sempurna!

Trims Ciw!
Astri Kurnia mengatakan…
Terima kasih juga untuk komennya yang panjang luar biasa..hehehe. Selamat menonton... :)