Leave in Peace, Mimin.. (^_^.)


SETELAH lima tahun lebih bersama saya, hari ini, 26 Desember 2011, Mimin akhirnya harus saya lepas juga. Sedih pasti. Bukan karena nominal uang yang saya terima dari sang pembeli jauuuuh dari harga sewaktu saya membeli Mimin pertama kali dan perjuangan saya mencicilnya, tapi lebih karena terlalu banyak kenangan yang saya punya bersama si skutermatik cantik ini. Jujur, saya sayang banget dan masih merasa nyaman mengendarai si Mimin. Sebelum saya jual, memang sempat ada keluhan sedikit di pengaturan gas yang agak berat, akinya yang soak karena jarang dipakai & dipanaskan (semenjak menikah, si mimin jarang dipakai karena saya diantar suami hampir setiap hari). Tapi, setelah diservice dan diberi aki baru, rasa nyaman itu kembali. Bahkan boleh dibilang..setelah diservice itu saya lagi nyaman-nyamannya make si Mimin.

Lalu, kenapa dijual?

Sebelum menikah, saya pernah berujar, saya akan melepas (baca: menjual) Mimin hanya jika hasil penjualannya nanti dipakai untuk tambahan membeli rumah, bukan untuk tujuan lain. Hmmm..semoga aja keinginan saya itu benar-benar bisa terwujud ya. Karena sebagai pasangan suami istri baru, saya dan suami tentu punya impian untuk memiliki rumah mungil untuk kami tempati, dan kelak bersama keluarga kecil kami (amin). Selama menikah delapan bulan terakhir ini, kami masih tinggal bersama orang tua saya. Jujur, keinginan untuk mengontrak rumah dan tinggal terpisah dari orang tua sudah ada sejak awal menikah. Tapi orang tua kami banyak memberi pertimbangan yang menurut saya ada benarnya. Daripada mengontrak rumah dengan harga yang tidak murah, kami memilih mengisi lantai atas rumah orang tua saya untuk sementara waktu, hingga terkumpul dana yang kami perlukan demi mendapat si rumah idaman.
Untuk meraih mimpi kami yang satu itu, saya dan suami tentu butuh dana segar. Meski hanya mampu mencicil, down payment, biaya administrasi ini-itu, dan pajak jual-beli rumah yang harus kami dikeluarkan jumlahnya tidak sedikit, bukan? Belum lagi harga kendaraan yang makin lama makin turun, dan si Mimin yang makin jarang saja pakai karena saya lebih sering diantar jemput suami, rasanya sayang kalau dia hanya saya biarkan menjadi penghuni garasi sementara kami sedang butuh dana segar. Atas pertimbangan itulah kami melepas Mimin. Dengan harapan, kepergian Mimin benar-benar akan menjadi jalan bagi kami untuk mewujudkan mimpi kami itu. Semoga..(amin).

Honestly, berpindahtangannya si Mimin ke sang pembeli ini sebetulnya bisa dibilang tidak sengaja. Semula, si pembeli bermaksud melihat-lihat Udin (motor milik suami-red. :P), yang kebetulan akan kami lego juga untuk tujuan yang sama. Tapi ternyata, sesampainya di rumah, si pembeli justru lebih tertarik pada Mimin. Saya sempat bingung karena sebetulnya si Mimin sudah diincar adik sepupu saya. Tapi si adik sepupu kalah cepat, motor malah jatuh ke tangan si pembeli ini. Tak lebih dari satu jam, setelah negosiasi harga, test drive berkeliling, si Mimin pun berpindah tangan. Yah, mungkin juga karena si Mimin belum berjodoh dengan adik sepupu.
Kedatangan si pembeli ini juga tanpa proses pasang-pasangan iklan. Kami mengandalkan words of mouth dari teman-teman kantor Mama, yang memang luar biasa. Tak lebih dari dua minggu sejak si Mimin ditawarkan ke beberapa teman kantor Mama, penawar berdatangan, hingga akhirnya si pembeli berkunjung ke rumah. Alhamdulillah..semua lancar karena jalan-Nya. Mungkin memang sudah waktunya Mimin pergi. Mungkin juga karena jodoh saya dan si Mimin hanya sampai di sini. Selanjutnya, si pemilik barulah yang akan mengurusnya..(and it's definitely a buy that he will never regret).

Saya pun sempat memakai Mimin sebelum transaksi benar-benar terjadi. Saya pakai dia untuk terakhir kalinya ke toko fotokopi dekat rumah, membeli kuitansi dan materai untuk surat perjanjian jual beli. Dan di detik-detik terakhir itu, saya masih sangat merasa nyaman memakai Mimin, sangat nyaman malah..hikssss.. (.^_^.)

Keputusan terberat telah saya (dan suami) ambil hari ini. Melepas Mimin pergi. Melepas barang termahal yang saya beli dengan hasil keringat sendiri. Tidak mudah memang..tapi rasanya jauh lebih berat dan menyiksa jika saya ingat semua kenangan bersama Mimin yang juga pernah saya share di blog ini. Hmmmh..semoga saja saya bisa segera benar-benar mengikhlaskannya ya. Dan semoga...niatan saya melepas Mimin demi si rumah idaman, kelak benar-benar akan terwujud..(amin).

Afterall..thanks for being my companion for the last five years..thanks for all the memories.. Leave in peace, Mimin... (.^_^.)




peace & love


@cy

Komentar

Puti mengatakan…
ooo semoga majikan mimin yg baru baik yaaa hehe, keganti nya bisa dapet rumah baru & avanza ato xenia ato apa hehe, aminnnn ;)
Astri Kurnia mengatakan…
@puti: Amiiiiiin ya rabbal alamiiiiinnn..thanks Puti.. (^_^.)
caironsik mengatakan…
si pembeli pasti seorang cowo, terbukti dia memilih mimin ketimbang udin hehehe..

semoga dpt manfaat lebih dr pengorbanan yg udh si mimin lakukan ^.^v
Astri Kurnia mengatakan…
@ Dian: Anda benaaarrr..pembelinya cowok tulen makanya ogah sama si Udin..hahahaha.. :D Dan ya..semoga pengorbanannya enggak sia-sia..amin.
Anyway..selamat buat kelahiran bayinya yaa.. :)